Hari ini meliput seminar international women’s day. Terbiasa datang ke suatu seminar sendirian, saya jadi suka mendengarkan omongan orang2 yang duduk di dekat saya.
Siang itu, seorang pria di belakang saya sedang sibuk mengagumi iga mawarni yang datang sebagai bintang tamu. Dari apa yang dia bilang, sepertinya dia memang fans beratnya mbak iga ini. Nggak nyalahin sih, dia itu CANTIK banget loh. Kalem gitu, pake bajunya sopan. Ayu deh pokok’e..
Pria itu mungkin fans nomer satu iga mawarni. Tapi, tetap saja. Fans sejati belum tentu bisa dipegang validitasnya menyampaikan informasi.
Pria Pemuja Iga (PPI): “Si Iga itu, ya ampun,, keren banget ya. Aku seneng banget deh dia gabung di TIGA DIVA. Jadi bisa lihat dia lebih sering. Biar bisa gabung sama grup itu, Nina Tamam sampe keluar dari the groove loh”
Teman Pria Pemuja Iga (TPPI): ooohh.. I see
(note: grup yang dia bikin itu namanya LIMA WANITA. Dan Nina Tamam bukan dari The Groove. Dia dari WARNA. yang mantan vokalis the groove itu Rieke Ruslan)
PPI: “Liat deh, alus banget kan gayanya? Orang Solo gitu loh”
TPPI: “Pantes….. emang ayu gitu ya gayanya?”
(note: Iga mawarni lahir di BOGOR ya. Plis deh. Emang orang Solo aja yang bisa alus. SARA banget ya?
Jadi begitu, ini tidak bermaksud mendiskreditkan siapapun sih. Cuma lucu aja dengernya. Buat PPI, saya salut melihat kecintaan anda yang begitu besar. Tapi mm…lain kali, mungkin, infonya bisa lebih valid?
Cheers,
Luf
Tampilkan postingan dengan label messy feminism. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label messy feminism. Tampilkan semua postingan
Minggu, 08 Maret 2009
Kamis, 15 Januari 2009
blog lucu niiihhhh
hay ladies..and gents (gak mau timpang gender. cewek doang yang disapa)
ada blog lucu nih...beneran recomended deh... buat dibaca-baca, dibuat ketawa-ketiwi, ataupun dipikirkan lebih lanjut. menurutku, sebagian besar postingan disini memang disampaikan dengan gaya bahasa ancur-ancuran, tapi maknanya dalem bo..
so, enjoy this one blog..
for tante ellie, mungkin agak sedikit mengganggu karena blog ini tidak mengandung banyak gambar, tapi semua tulisannya bagus2 kok. sangat kita sekali...hehe
cheers..
~L~
ada blog lucu nih...beneran recomended deh... buat dibaca-baca, dibuat ketawa-ketiwi, ataupun dipikirkan lebih lanjut. menurutku, sebagian besar postingan disini memang disampaikan dengan gaya bahasa ancur-ancuran, tapi maknanya dalem bo..
so, enjoy this one blog..
for tante ellie, mungkin agak sedikit mengganggu karena blog ini tidak mengandung banyak gambar, tapi semua tulisannya bagus2 kok. sangat kita sekali...hehe
cheers..
~L~
Jumat, 21 November 2008
what's worth it to have perfect ass...

hay people. itu fotoku bareng nisa (cw7 alias cah cilik 2) dan tantri si sekertaris redaksi (tantenya cah cilik2). selalu menyenangkan menghabiskan waktu sore di pak yon. asal jangan lagi ngejar deadline tulisan aja. btw, Mulai saat ini, aku akan mengganti "aku" dengan "saya". hehehehe... no spesific reason sih. pingin aja..
Anyway, sejak dulu jaman SD, saya selalu punya geng cewek. I know, some people see geng-geng-an sebagai sesuatu yang ngga banget. i love that. eh, but not the part when we specifically gather each other and talk someone in her back lo yaa.... ngomongin jelek2nya cowok sih sah-sah aja, tapi kalo ngomongin jeleknya cewek kok rasanya nggak solider banget ya? mm..kecuali kalo dia memang naujubile nyebelin. ahaha.. oke, say that i'm a feminist, and i don't care:D.
di setiap fase kehidupan saya, selalu ada sekelompok cewek yang menghiasi hari2 saya (halah). sampe kuliah pun begitu. i have many boy friends, some of them are very good to me, tapi tetep aja nggak ada yang bisa ngalahin teman2 cewek saya:D. i love them, adore them, and proud of them.. deep down, i do believe every girl is a star. dan keyakinannya kalo dia juga "bintang" gak akan nongol kalo gag ada orang2 yang support dia. geng cewek, meskipun sering bikin heboh dimana-mana (ngaku deh gw) tapi bisa jadi tempat aman buat cewek dimana dia menjadi dirinya sendiri. dunia silahkan jungkir balik dan saya masih akan baik2 saja asal saya punya teman2 cewek asik, hehe.
salah astu teman terbaik dan terpintar saya memang tidak lahir dengan bentuk badan bak gitar spanyol. sebagai gadis jawa tulen, dia malah mewarisi bentuk badan gendut dan sedikit berisi. ditambah style fashionya yang kadang bikin sakit mata dan serba mawut, dia memang lebih terlihat seperti gadis muda kurang perhatian alih-alih gadis super pintar berkelas dunia. tapi sebenarnya dia itu CANTIK loh. cantik banget malah.. kulitnya putih bersih dan matanya bulat ekspresif (asal lagi nggak habis nangis aja).
dia menjalani hidup yang lurus dan penuh pencapaian akademik. lulus cumlaude, keluar negeri berkali-kali, dapet beasiswa s2 prestisius. belum lagi ditambah kenyataan bahwa dia anak tunggal, dan neneknya setengah mati bangga sama dia. teman2nya adalah model orang2 happy yang senang ngobrol dan makan bareng. pokoknya hidupya menyenangkan!
kecuali hubungannya dengan laki2. saya sih cukup tahu ada hal-hal yang tidak bisa kita dapatkan dalam hidup ini. dia juga. kok ya kebeneran banget dapet cowok yang (oh tuhan maafkan saya karena menghujat) sangat fisik oriented, suka membanding2kan ceweknya dengan perempuan yang lebih cantik (DAN LEBIH KURUS. kek yang kurus bisa bikin kita imun dari hepatitis aja), dan selalu mengeluh dengan hidupnya.
dia (laki2 itu) cukup beruntung karena tidak pernah bertemu langsung dengan saya saat dia membanding2kan pacarnya sama perempuan lain. karena sekali saja dia begitu, saya bakal tampar dia langsung. nggak peduli dia itu lulusan UGM, kerja di pertamina dengan gaji jutaan perbulan dan manajer keuangan yang baik. bahwa menampar orang di depan umum bukan perbuatan elegan, gw juga ngerti. tapi membicarakan bokong perempuan lain lebih sempurna daripada bokong pacarnya yang dia bilang tidak proporsional adalah unforgiving.
dari segitu banyak hal2 menyebalkan yang diomongkan laki2 itu soal fisik cewek, BOKONG adalah hal yang paling bikin saya iritasi (aha, btw, seorang teman saya menobatkan iritasi sebagai kata2 yang "upi banggett", saking seringnya saya pakai kata itu:D).
melihat cewek yang rambutnya panjang kemilau memang lebih menyenangkan daripada melihat cewek rambutnya awutan dan ketombean. logis (meski menyebalkan)
berbincang dengan cewek bermuka mulus memang lebih asik daripada sama cewek yang jerawatan. logis (meski menyebalkan)
tapi seberapa efektifkah BOKONG yang PROPORSIONAL bagi kelangsungan kehidupan umat? plleeeeeaaasse.... (ucapkan dengan nada pelllllliiiiiiss ala tante tantri). ngga banget deh. sungguh..mati aja dunia kalo semua orang sibuk komentar bokong. i mean, yo olooo..bokong gitu lo.
pendapatku tentang bokong (dan laki2 yang sibuk komentar soal bokong) tidak akan berubah unless ada penelitian konkrit dan kredibel yang menunjukkan korelasi antara punya bokong sempurna dan masuk surga. see? dan wahai para lelaki, be a lil smarter, honey....
dan buat temanku yang berbokong tak sempurna tapi punya banyak kesempurnaan dalam bentuk lain, be happy. kebodohan ada pada matanya, bukan bokongmu :)
cheers, ladies..
Jumat, 15 Agustus 2008
Ini kan tanggung jawab bersama..
Ada berita yang lumayan mencuri perhatian pas aku baca Republika edisi Rabu, 6 Agustus 2008. Berita dengan judul ‘kaum adam penyebab baby boom 2’. Indonesia pernah mengalami baby boom beberapa puluh tahun lalu yang kemudian bisa ‘ditanggulangi’ dengan program KB. Keberhasilan program KB sendiri sering dianggap sebagai bukti keberhasilan pembangunan Era Soeharto (tapi dosenku pernah menyampaikan di kelas kalau program itu bisa berhasil soalnya banyak rakyat kecil yang di-intimidasi segitu rupanya supaya berpartisipasi aktif dalam program dua anak cukup).
Anyway, yang menarik dari artikel di republika tadi itu adalah, dalam waktu 7 tahun lagi, dikhawatirkan akan terjadi baby boom2 (yah, 7 tahun lagi bukannya waktu produktif kita buat punya anak? Wah…gawat aja nih). Menurut BKKBN, kaum adam pantas dipersalahkan karena TERNYATA buu, keikutsertaan laki2 dalam program KB hanya mencapai 1,5 persen. Dalam artian, secara tidak langsung, tanggung jawab perempuan-lah untuk menjaga keseimbangan angka kelahiran. Kenapa sampai ada angka yang luar biasa timpang begitu, Stigma masyarakat jelas bermain (and of course, that damn patriarchy system). Tapi rendahnya partisipasi laki2 dalam rogram KB juga harus disikapi dengan benar. Ya gimana mau aktif kalau jumlah alat kontrasepsi –nya saja sangat terbatas. Belum lagi penyuluhan tentang KB yang lebih ditargetkan kepada kaum ibu. Padahal kan urusan tentang anak dan segala tetek bengeknya harusnya melibatkan kedua orang tua.
Urusan tentang KB sendiri lumayan menjadi kontroversi ya kayaknya? I mean, ada beberapa yang menolak dengan pertimbangan agama dan sebagainya. Tenang, itu tidak akan dibahas disini dan memang bukan aku yang cukup kompeten untuk membahasnya. Tapi yang jelas, urusan kelahiran dan sebagainya itu implikasi-nya sangat besar lo sama kualitas generasi mendatang. Jadi menurutku, lepas dari boleh tidaknya kita membatasi jumlah anak, yang jelas kita harus tetap menempatkan life quality sebagai prioritas. Kalau dengan alasan tertentu, beberapa dari kita memutuskan punya anak sebanyak mungkin tetapi tanpa didukung kemampuan dan manajemen perhatian yang jitu, apa ya berefek positif ke anak? Menurutku, semua tetap pakai syarat dan ketentuan berlaku (emang provider GSM aja yang bisa pake syarat dan ketentuan berlaku? Urusan anak juga loo :D)
Anyway, yang menarik dari artikel di republika tadi itu adalah, dalam waktu 7 tahun lagi, dikhawatirkan akan terjadi baby boom2 (yah, 7 tahun lagi bukannya waktu produktif kita buat punya anak? Wah…gawat aja nih). Menurut BKKBN, kaum adam pantas dipersalahkan karena TERNYATA buu, keikutsertaan laki2 dalam program KB hanya mencapai 1,5 persen. Dalam artian, secara tidak langsung, tanggung jawab perempuan-lah untuk menjaga keseimbangan angka kelahiran. Kenapa sampai ada angka yang luar biasa timpang begitu, Stigma masyarakat jelas bermain (and of course, that damn patriarchy system). Tapi rendahnya partisipasi laki2 dalam rogram KB juga harus disikapi dengan benar. Ya gimana mau aktif kalau jumlah alat kontrasepsi –nya saja sangat terbatas. Belum lagi penyuluhan tentang KB yang lebih ditargetkan kepada kaum ibu. Padahal kan urusan tentang anak dan segala tetek bengeknya harusnya melibatkan kedua orang tua.
Urusan tentang KB sendiri lumayan menjadi kontroversi ya kayaknya? I mean, ada beberapa yang menolak dengan pertimbangan agama dan sebagainya. Tenang, itu tidak akan dibahas disini dan memang bukan aku yang cukup kompeten untuk membahasnya. Tapi yang jelas, urusan kelahiran dan sebagainya itu implikasi-nya sangat besar lo sama kualitas generasi mendatang. Jadi menurutku, lepas dari boleh tidaknya kita membatasi jumlah anak, yang jelas kita harus tetap menempatkan life quality sebagai prioritas. Kalau dengan alasan tertentu, beberapa dari kita memutuskan punya anak sebanyak mungkin tetapi tanpa didukung kemampuan dan manajemen perhatian yang jitu, apa ya berefek positif ke anak? Menurutku, semua tetap pakai syarat dan ketentuan berlaku (emang provider GSM aja yang bisa pake syarat dan ketentuan berlaku? Urusan anak juga loo :D)
Kamis, 31 Juli 2008
kita butuh kuota nggak sih?
kita butuh quota edisi revisi... setelah kulihat, ini posting kok jadinya panjang banget ya. buat yang mau baca, sebelumnya maaf ya:)
Nemu tulisan bagus ini pas lagi iseng2 blog walking. Wah, posting yang menarik sekali. Jadi pingin ikutan membahas perempuan (sebenernya sudah lama mau nulis ini, tapi ketunda terus;p). bedanya sama tulisan itu, yang mau kubahas disini itu tentang kuota di legislative (secara aku basicnya ilmu politik gituh)
Is quota necessarily needed? Sebenernya, kita butuh2 amat quota nggak sih?
Well, jadi begini, ada dua kubu, yang pro dan kontra quota.
Dasar dari mereka yang kontra quota adalah -apalagi kalau bukan- prinsip utama demokrasi, equal opportunity. Sejatinya, equal opportunity adalah kesempatan yang sama yang diberikan kepada setiap warga Negara, termasuk perempuan. Just so you know ya guys, perempuan di Indonesia itu termasuk kategori mereka yang beruntung karena Negara menjamin hak pilih mereka sejak pemilu pertama! Coba cari negara besar demokrasi manapun, hampir tak ada fakta sefantastis ini. So, secara teknis, wanita Indonesia punya start yang sama. Demokrasi itu mengatur PROSEDUR dan bukan HASIL. Equal opportunity dan freedom of choice adalah prosedur utama. Jika hasilnya perempuan memang ‘kalah bersaing’ dengan laki2, itu satu kondisi yang harus diterima. Lagipula, quota adalah bentuk peng-istimewa-an untuk perempuan, dan hal itu adalah diskriminatif untuk kalangan non perempuan (pria2 tulen dan pria2 yang mengaku perempuan dan tidak jelas kategorinya ;p). Di sisi lain, persoalan quota akan mereduksi hal2 lain - visi,misi,gagasan, wawasan dan kecapakan individual- yang nyata2 bisa jadi political consideration. Toh tidak ada bukti empiris bahwa keterlibatan perempuan akan otomatis memperbaiki citra dan kinerja institusi. Jika meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik adalah agenda utama, maka yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran dan kecakapan politik perempuan. Konstitusi sudah menjamin, start sudah sama, masa masih perlu diistimewakan?.
Sedangkan mereka yang pro quota mempunyai pandangan yang –tentu saja- lain. Satu, Demokrasi tidak melulu mengusung masalah prosedur tapi juga keterwakilan. Apa iya demokratis kalau setengah dari jumlah populasi tidak terwakilkan? (perempuan di Indonesia jumlahnya 52% dari total populasi kalo nggak salah). Penetapan quota justru harus dilihat sebagai upaya untuk menutupi kekurangan demokrasi. ya, you know lah, demokrasi kan seringkali meminggirkan kepentingan kelompok minoritas (minoritas dalam hal power lo, bukan kuantitas). Dua, quota bukan bentuk pengistimewaan atas perempuan tapi merupakan solusi dan bentuk recovery bagi perempuan. Memang secara teknis perempuan punya start yang sama dengan laki2. Tapi secara historis kan tidak. Kita (I mean, perempuan) kelewat lama hidup dalam system patriarki yang memarjinalkan perempuan. Jika system politik tidak didesain secara sengaja memasukkan perempuan, sampai 50 tahun lagi juga pasti masih begini keadaannya. Bagaimana dengan persaingan terbuka? Okelah equal opportunity, tapi ini sama saja dengan kasus david bertarung dengan goliath, atau pelanduk bertarung dengan gajah. I know there was a miracle. David won the battle. But here in real life, miracle is not PMS that comes monthly, regularly, and same for every women. While pelanduk? Well, it never to be seen that pelanduk defeats gajah (eh, pelanduk itu bentuknya kek mana sih? Haha, gak tau;p). um.. tapi ini bukan berarti mereka yang pro quota menganggap perempuan seperti pelanduk lo. It is just.. kind of analogy I guess.
Jadi begitu, pendapat yang sama reasonable-nya menurutku. Tapi, yang harus dilihat disini adalah, bisakah quota menjadi solusi? Menurutku, lepas dari semua plus-minus quota, kita memang butuh apa yang namanya special treatment buat perempuan. Nggak adil rasanya membiarkan fenomena politik yang tidak menyisakan ruang untuk perempuan. Dalam seleksi internal prtai politik misalnya, hampir tidak ada kebijakan untuk mengikutsertakan perempuan. Baru setelah ada UU no. 12/2003, partai menyertakan 30% quota dalam pencalonan caleg. Itupun dengan penempatan perempuan di nomor sepatu yang kecil tingkat keberhasilannya. Dan nyatanya, banyak juga partai yang nggak peduli sama quota karena UU tersebut tidak mengikat dan KPU sebagai pelaksana tidak berwenang memberikan punishment. Jadi bisa dibilang, parpol itu ogah2an banget mengurusi quota. Parpol gitu loh.. Kalau elemen terpenting saja tidak punya gender awareness, gimana sama yang lain? Makannya, menurutku, lepas dari kesan istimewa yang mungkin ditimbulkan, quota itu tetep penting, terutama di legislative. Membangun iklim politik yang women friendly kan baiknya dimulai dari badan perwakilan, biar efeknya menyebar ke yang lain. Semacam Spill over effect lah.. (ini apa ya?).
Sekarang ini, aku cukup senang kalo dimana2 mendengar perempuan yang kontra quota (terutama yang muda) bilang: itu artinya cewek dianggap nggak bisa bersaing. Padahal kita MAMPU kok. Under estimate banget. kita itu nggak butuh dikatrol2 segitu rupanya). Alhamdulillah, berarti kita makin tough. Tapi yang harus dipahami dalam konteks politik adalah, segalanya sangat complicated dan penuh intrik (ciee). Bersaing sama laki2 dalam masalah IPK atau ranking mah cincai. Tapi bu, kebayang nggak sih bersaing dalam perebutan kursi anggota legislative? Bok, susah tau! Akan makan banyak halaman kalau aku bahas bagaimana posisi calon perempuan, tapi intinya, tanpa external support seperti quota, akan sangat susah mengusahakan keterwakilan yang cukup di dewan. Duh, penting banget ya tu? Seperti yang sudah kubilang, cukup keterwakilan di dewan akan menciptakan iklim gender yang lebih seimbang. Lebih jauh lagi, ada korelasi positif antara keterwakilan perempuan dengan penurunan tingkat korupsi (Ann towns. 2003. Women Governing…). Itu memang nggak bisa dibuktikan secara mutlak, tapi contoh kasusistik di beberapa negara Scandinavia bisa lah dijadikan inspirasi.
Oke quota itu penting, tapi apa itu akan menyelesaikan problem secara tuntas? Ada baiknya kita menengok pada kasus Bangladesh yang perempuan di parlemen-nya dipanggil “30 sets of jewelries”. For me, the term of 30 sets jewelries is definitely disgracing and irritating. Tapi memang begitu kenyataannya disana, perempuan yang ‘didudukkan’ di parlemen kebanyakan adalah ibu rumah tangga dan istri elit yang rendah political will-nya. Kurasa, ada konspirasi deh untuk tidak menempatkan perempuan dengan background politik yang kuat (model begitu biasanya nyolotan sih). Kasus tadi jelas menunjukkan kalaupun jumlah minimum sudah terwakili, masalah tidak secara otomatis terhapuskan. Lha, kalau gitu, kenapa ngotot2 quota segala? Ya sabar dong bu…. Kita kan nggak mungkin ngarepin panen mangga hari senin sementara bijinya baru kita tanam hari ahad. It takes time and support. Keberhasilan swedia menjadi negara dengan tingkat kesejahteraan ibu-anak paling tinggi di dunia, misalnya, kan tidak dicapai dalam tempo ‘another blink of an eye’, sekedipan mata. Awalnya mereka juga kesulitan menerapkan quota. Setelah berhasil mencapai quota pun, wanita ‘Cuma’ ditempatkan di pos2 domestik; gizi dan kesehatan, reproduksi, dan pendidikan. Nggak ada kans untuk duduk di pos yang lebih strategis seperti financial atau international affairs. Tapi ternyata, itu ada hasilnya di bebarapa tahun kedepan. Swedia sekarang punya kebijakan yang friendly buat ibu2. Kemudahan cuti hamil, melahirkan dan tunjangan anak, misalnya, yang ujung2nya peningkatan SDM juga. Laki2 manalah kepikiran ngurusin undang2 cuti hamil. Nggak nyalahin, wong memang bukan fitrahnya. Itulah makannya perwakilan perempuan penting, biar kepentingan perempuan juga tersalurkan. Ini juga pelajaran moral buat para bapak. Kalo istrinya mau nyalon, mbok ya jangan langsung over reacted (nyalon caleg lo, bukan nyalon mau creambath.homonim banget nih. maaf ya). Perempuan punya naluri yang bakal tetep muncul dimanapun kok. This I know for certain.
Jadi, kalau aku harus mengambil satu kesimpulan, quota itu penting. Kepentingan perempuan perlu tersalurkan dan terpenuhi dengan baik. Soalnya, masalah perempuan itu banyak dan panjang efeknya. Kalau bisa sih, quota jangan dilihat sebagai bentuk pengistimewaan atas perempuan (meskipun kalau ada yang kekeuh berpendapat begitu ya monggo saja). Lebih realistis kalo quota dianggap sebagai recovery dan kompensasi atas marginalisasi perempuan yang sudah kelewat lama. Di lain sisi, quota juga bukan short cut untuk menyelesaikan masalah. It needs a lot more than quota to clean up the nation’s mess. Nah, quota itu stepping stone- nya saudara-saudara! Stimulant..dan bukan hasil akhir. Go women! Because it is not the prerogative of men alone to bring the light to the world…
(posting kali ini banyak di inspirasi sama paper NZZ tentang implementasi quota. despite her really messy attitude, i adore her so, haha)
Langganan:
Postingan (Atom)